Di samping jenis-jenis penilaian perlu juga dijelaskan
system penilaian. Sistempenilaian dalam pembahasan ini ialah cara yang
digunakan dalam menentukan derajat keberhasilan hasil penilaian sehingga
kedudukan siswa dapat diketahui, apakah telah menguasai tujuan instruksional
atau belum. Namun sebelumnya akan dijelaskan terlebih dahulu cara memberikan
nilai, sitem pembijian, atau system bemberian angka.
Dalam pebilaian hasil dan proses belajar dapat digunakan
beberapa cara. Cara pertama menggunkana system huruf, yakni A, B, C, D, dan G
(gagal). Biasanya ukuran yang digunakan adalah A paling tinggi, paling baik,
atau sempurna; B baik; C sedang atau cukup; dan D kurang. Cara kedua ialah
dengan system angka yang menggunakan beberapa standar. Dalam standar empat,
angka 4 setara dengan A, angka 3 setara dengan B, angka 2 setara dengan C, dan
angka 1 setara dengan D. Ada juga standar sepuluh, yakni menggunakan rentangan
angka dari 1 – 10. Bahkan ada juga yang menggunakan remtangan 1 – 100. Cara
mana yang dipakai tidak jadi masalah asalal konsisten dalam pemakaiannya.
Sistem penilaian hasil belajar pada umumnya dibedakan ke
dalam dua cara atau dua sistem, yakni penialaian acuan norma (PAN) dan
penilaian acuan patokan (PAP).
Penilaian acuan norma (PAN)
adalah peinilaian yang diacukan kepada rata-rata kelompoknya. Dengan demikian
dapat diketahui posisi kemampuan siswa di dalam kelompoknya.untuk itu norma
atau criteria yang digunakan dalam menentukan deraja prestasi seorang siswa,
dibandingkan dengan nilai rata-rata kelasnya. Atas dasar itu diperoleh tiga
kategori prestasi siswa, yakni di atas rata-rata kelas, sekitar rata-rata kelas
dan di bawah rata-rata kelas. Dengan kata lain, prestasi yang dicapai seseorang
posisinya sangat bergantung pada prestasi kelompoknya.keuntungan sistem ini
adalah dapat diketahui prestasi kelompok atau kelas sehingga sekaligus dapat
diketahui keberhasilan pengajaran bagi semua siswa. Kelemahannya adalah kurang
meningkatnya kualitas hasil belajar. Jika nilai rata-rata kelompok atau
kelasnya rendah, misalnya skor 40 dari seratus, maka siswa yang memperoleh
nilai 45 (di atas rata-rata) sudah dikatakan baik, atau dinyatakan lulus, sebab
berada di atas rata-rata kelas, padahal skor 45 dari maksimum skor 100 termasuk
rendah. Kelemahanya yang lain adalah kurang praktis sebab harus dihitung dahulu
nilai rata-rata kelas, apalagi jika jumlah siswa cukup banyak. Sistem ini
kurang menggambarkan tercapainya tujuan instruksional sehingga tidak dapat
dijadikan ukuran dalam menilai keberhasilan pembelajaran. Demikian juga
criteria keberhasilan tidak tetap dan tidak pasti, bergantung pada rata-rata
kelas. Dalam kontek yang lebih luas penggunaan sistem ini tidak dapat digunakan
untuk menarik generalisasi prestasi siswa ke bab rata-rata kelompok untuk kelas
yang satu berbeda dengan kelas yang lain, sekolah yang satu akan berbeda dengan
sekolah yang lain. Dengan demikian angka 7 untuk siswa di kelas tertentu bias
berbeda maknanya dengan angka 7 di kelas yang lain. Oleh sebab itu, sistem
penilaian ini tepat digunakan dalam penilaian formatif, bukan untuk penilaian
sumatif. Sistem penilaian acuan norma disebut standar relative.
Penilaian acuan
patokan (PAP) adalah plenilaian yang diacukan kepada tujjuan instruksional
yang harus dikuasai oleh siswa. Dengan demikian, derajat keberhasilan siswa
dibandingkan dengan tujuan yang seharusnya dicapai, bukan dibandingkan dengan
rata-rata kelompoknya. Biasanya keberhasilan siswa ditentukan kriterianya,
yakni berkisar antara 75-80 persen. Artinya, siswa dikatakan berhasil apabila ia
menguasai atau dapat mencapai 75-80 persen dari tujuan atau nilai yang
seharusnya dicapai. Kurang dari criteria tersebut dinyatakan belum
berhasil. Misalnya diberikan soal atau
pertanyaan sebanyak 50 pertanyaan. Setiap pertanyaan yang dijawab benar diberi
angka atau skor 1 sehingga maksimal angka yang dicapai adalah 50.